THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Monday, February 15, 2010

Pikiranku

Dalam pikiranku mendung
Ku gempur saja hujan
Dan sapi yang menjilat-jilat hidungnya itu
Kudiamkan saja malu
Kabut yang menghalang di depanku
Kan kukebat dengan kipas dewiku
Dalam kepala ini
Akulah gembala reformasi
Meski beribu kuterkapar diatas karpet hitam
Atau paha-pahaku kan bercumbu dengan timah panas
Kan kuderai air mata pertiwi
Lalu kerikil-kerikil yang kulontarkan itu
Adalah fondasi-fondasi refolusi
Akan bangkit angkatanku ini
Menjadi cahaya umat ini
Dari sini
Akan mengawalkan estafet
Nanti…..!!.
Maba, 17 Juli 2008

Luka Hati

Aku disini terdiam
Tersentak tanpa kata
Seakan dunia gelap oleh kabut
Seolah cahaya hilang di telannya

Ku mencintai bukan membenci
Ketika ku coba untuk memahami
Arti cinta sebnarnya
Tapi kenapa hanya luka yang ku dapat

Kini ku coba untuk merajut kembali sehelai demi sehelai
Ketika rajutan itu akan utuh kau hancurkan dengan
Dengan sebuah silet tajam
Kau sayat seolah kau tak mempuyai rasa

Aku hanya bisa terdiam melihatnya
Seakan pasrah dengan semua
Karma ku mencintai
Buka ,aku yang di cintai

Semoga kau bahagia
Dengan luka ku ini
Semoga kau tenang
Dengan pederitaan hati

Sesungguhnya tuhan melihat
Mendengar
Dan mersakan
Apa yg kurasa
Dia tak diam
Tapi dia selalu mendengar do’a ku

Suatu saat kau akan tau
Arti cinta sebenar nya..

Kepada Seorang Ayah yang berbahagia

Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu
saat kau membacakan baris-baris kasih sayang
kepada buah hatimu
Kusapa, ada beberapa butir air mata menggantung di sukmaku
hendak menyeruak ke dunia menemani keharuanmu

Tak ada yang dapat kuucapkan hari ini
seperti hari kemarin, aku hanya bisa membisu
coba kutulis beberapa kata ungkapan kehormatan
kepadamu yang kini duduk menyaksikan ilham Allah
merasuki tulang-tulang tuamu.

Adakah aku akan melihat orang tuaku
sebahagia lantunan nyanyian hatimu
yang hendak menempuh tahap tertinggi kodrat manusia?
aku merenung menggores bayangan butiran air matamu
yang terdorong keluar oleh kebahagiaan
aku berusaha menutupi jalan untuk air mataku
yang tak sanggup menahan keharuan
menuntut jalan keluar,
mungkin hendak berteman dengan air matamu

DeKalb, June 10, 1999

Kepergianmu

Air matamu mengiris hatiku halus
kuusapkan telapak tanganku ke wajahmu yang pucat
terlihat ketakutan kehilangan akan nafasmu
nafasmu yang mengalir dalam nafasku

Kubelai rambutmu dengan kelembutan angin malam
terasa getaran menyatu diujung jari-jari
tak kuasa menahan gejolak kasih
limpahan nuansa kejora malam yang tak bertepi

Tak akan kutinggalkan hatimu yang manangis pilu
telah terpatri janji pada kedalaman nurani
akan ikut menyatu kegalauan kasih dalam derita
meski kekuatan malam hendak meragas

Sunday, February 14, 2010

RINDU

aku mrindukanmu ketika aku tahu kau tlah jauh berlalu

aku mencari bayanganmu ketika malam

tak lagi menampakkan wajahmu

aku memanggil namamu

diantara gelapnya hutan...

LETIH

Letih… ku berdiri di bawah terik mentari
Semenjak engkau melangkah menjauh pergi
Hingga rambut ini mulai memutih
Masih… tak kutemui engkau kembali

Letih… hanya saja raga ini b’lumlah mati
Hingga jiwa terus saja meminta tuk menunggumu disini
Sampai engkau hadir…
Sampai larut penantian menjadi bagian dari takdir


diambil dari : http://www.anggrekbiru.com

-

Kalau dapat aku melompat
Puncak itu telah ditapak kaki ini
Apa daya...
Di atasku terbentang karang-karang tajam
Yang selalu menerkam
Tidak!
Tidak!
Tak mau aku tenggelam dalam cengkramanmu!
Tunggulah...!


Yogyakarta, 21 Juni 1983 ~ 00.07 WIB
by : Ayah tercinta